Waspadai Bahaya Wabah Cacar Monyet
Selama dua tahun terakhir, dunia kembali dihebohkan dengan merebaknya wabah penyakit cacar monyet (MPox). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menetapkan MPox sebagai darurat kesehatan masyarakat global atau public health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk kedua kalinya. Menyikapi keadaan darurat ini, beberapa negara, termasuk Indonesia, terus meningkatkan pengawasan untuk mencegah penyebaran virus menular ini.
Eggi Arguni, Guru Besar FK-KMK UGM yang berpengalaman menangani penyakit menular khususnya pada anak-anak, turut memberikan pendapat dan saran dalam mencegah wabah cacar monyet di Indonesia. Eggi menjelaskan, wabah ini pertama kali ditemukan pada tahun 1958 di Denmark, dari dua kasus cacar di koloni kera yang dipelihara untuk tujuan penelitian. Penyakit ini sebenarnya memiliki gejala yang sangat mirip dengan kasus penyakit cacar (smallpox) yang berhasil diberantas pada tahun 1980. Meski gejala Mpox lebih ringan dibandingkan gejala cacar, namun Mpox bisa menyebar kapan saja dan menjadi epidemi di beberapa daerah. Masa inkubasi penyakit Mpox juga lama (bisa hingga 3 minggu) sehingga bisa menyebabkan virus menyebar lebih cepat. “Penyakit ini bisa ringan dan gejalanya berlangsung 2 hingga 4 minggu, namun bisa berubah menjadi penyakit serius bahkan fatal,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (22/08).
Eggi mengatakan masih diperlukan lebih banyak penelitian mengenai cara penularan penyakit ini. Ia mengatakan penularan bisa terjadi melalui kontak langsung dan kontak tidak langsung. Kontak erat dengan cairan tubuh atau lesi kulit orang yang terinfeksi, kontak tidak langsung dengan benda atau droplet saluran pernapasan yang terkontaminasi, serta kontak langsung melalui hubungan seksual. “Ruam, cairan tubuh, dan koreng sangat menular. “Pakaian, sprei, handuk atau alat makan yang terkontaminasi virus dari orang yang terinfeksi juga dapat menularkan virus ke orang lain,” jelas Eggi. Seperti diketahui, virus Mpox memiliki DNA genom yang panjang. Jadi, teorinya, virus ini akan berevolusi lebih lambat dibandingkan virus dengan genom yang lebih pendek, seperti SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. “Para ahli terus mempelajari evolusi virus ini, karena perubahan pada virus dapat menyebabkan munculnya clade (bagian dari virus) yang lebih mudah menular dan menyebabkan penyakit yang lebih parah,” jelas Eggi.
Menurutnya, wabah cacar monyet tergolong darurat karena banyak menimbulkan korban jiwa. Meskipun kebanyakan penderita Mpox mengalami gejala ringan, bentuk infeksi yang parah dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, penyakit ini tidak bisa dianggap remeh. “Penanganan pencegahan yang tidak memadai akan menyebabkan penyebaran infeksi virus ini yang berpotensi menjadi pandemi,” jelasnya.
Eggi juga menegaskan, pemerintah dapat segera memberikan informasi kepada masyarakat mengenai wabah Mpox, terutama penyebaran dan gejala virus ini. Pengujian juga diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok orang yang terinfeksi dan menghentikan penularan lebih cepat. “Saya sarankan pemerintah bisa membuka jalur informasi seperti call center, sehingga jika ada informasi dari masyarakat bisa tersampaikan dan pemerintah bisa melakukan langkah mitigasinya,” ujarnya. Vaksin cacar dan antivirus juga telah dikembangkan meskipun masih dalam jumlah yang sangat terbatas. Maka yang harus menjadi fokus utama upaya ini adalah upaya pencegahan penularan. Eggi menguraikan beberapa upaya pencegahan penularan yang dapat dilakukan oleh orang yang terinfeksi, antara lain dengan tetap berada di rumah, menghindari kontak dekat dengan orang lain, memakai masker, sering mencuci tangan, dan menutupi bagian tubuh yang terluka.
Dari Januari hingga Juni 2024, WHO melaporkan terdapat sekitar 99.000 kasus Mpox yang terkonfirmasi dengan 208 kematian. Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan RI juga melaporkan 88 kasus terkonfirmasi Mpox di Indonesia. Dengan ini diharapkan warga dapat tetap waspada dan segera melakukan tindakan pencegahan agar wabah ini tidak semakin meluas.